Busung
lapar atau honger oedema disebabkan cara bersama atau salah satu dari
simtoma marasmus dan kwashiorkor adalah sebuah fenomena penyakit di
Indonesia bisa diakibatkan karena kekurangan protein kronis pada
anak-anak yang sering disebabkan beberapa hal, antara lain anak tidak
cukup mendapat makanan bergizi, anak tidak mendapat asuhan gizi yang
memadai dan anak mungkin menderita infeksi penyakit.
Istilah
kwashiorkor sendiri berasal dari bahasa salah satu suku di Afrika yang
berarti "kekurangan kasih sayang ibu". Tanda yang khas adalah adanya
edema (bengkak) pada seluruh tubuh sehingga tampak gemuk, wajah anak
membulat dan sembab (moon face) terutama pada bagian wajah, bengkak
terutama pada punggung kaki dan bila ditekan akan meninggalkan bekas
seperti lubang, otot mengecil dan menyebabkan lengan atas kurus
sehingga ukuran LIngkar Lengan Atas LILA-nya kurang dari 14 cm,
timbulnya ruam berwarna merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, tidak bernafsu makan atau
kurang, rambutnya menipis berwarna merah seperti rambut jagung dan
mudah dicabut tanpa menimbulkan rasa sakit, sering disertai infeksi,
anemia dan diare, anak menjadi rewel dan apatis perut yang membesar
juga sering ditemukan akibat dari timbunan cairan pada rongga perut
salah salah gejala kemungkinan menderita "busung lapar".
Penyebab
langsung tersebut bisa dikarenakan adanya bencana alam, daya beli
masyarakat, tingkat pendidikan, kondisi lingkungan dan pelayanan
kesehatan.
Cara
mendeteksi penderita busung lapar pada anak yaitu dengan cara
menimbang berat badan secara teratur bila perbandingan berat badan
dengan umurnya dibawah 60% (standar WHO-NCHS) maka anak tersebut dapat
dikatakan terindikasi busung lapar atau dengan cara mengukur tinggi
badan dan LIngkar Lengan Atas (LILA) bila tidak sesuai dengan standar
anak yang normal kurang dari 14 cm (standar WHO-NCHS) waspadai akan
terjadi busung lapar.
Dampak
runtutan dari adanya busung lapar berakibatkan pada penurunan tingkat
kecerdasan anak, rabun senja serta rentan terhadap penyakit terutama
penyakit infeksi. Menurut ketentuan WHO bila angka telah mencapai 30 %
dinyatakan tinggi dan perlu tindakan lebih lanjut.
0 komentar:
Posting Komentar